Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Hasil
Belajar Siswa
Hasil
belajar adalah pernyataan kemampuan siswa dalam menguasai sebagian atau seluruh
kompetensi tertentu. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki berupa
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan
bertindak dan berpikir setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau sub aspek
mata pelajaran tertentu (Depdiknas, 2003:5)
Menurut
Sudjana (2009: 3)
hasil belajar adalah mencerminkan tujuan pada tingkat tertentu yang berhasil
dicapai oleh anak didik (siswa) yang dinyatakan dengan angka atau huruf. Hasil
belajar yang dimaksudkan tidak lain adalah nilai kemampuan siswa setelah
evaluasi diberikan sebagai perwujudan dari upaya yang telah dilakukan selama
proses belajar mengajar berlangsung.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah suatu peningkatan keampuan pengetahuan,
ketrampilan, sikap dan nilai yang dicapai oleh seseorang dengan kemampuan yang
maksimal.
Berdasarkan
teori Bloom (dalam Sudjana, 2009:22) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara
lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis dan penilaian.
a)
Pengetahuan yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya
konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.
Kata kerja operasional yang dapat digunakan, diantaranya mendefinsikan,,
mengindentifikasi, mencocokkan, menyebutkan.
b)
Pemahaman yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi
pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus
menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kata kerja operasional yang dapat
digunakan, diantaranya membedakan, menjelaskan, menyimpulkan, memberi contoh,
menuliskan kembali.
c)
Penerapan yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara atau pun
metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Kata
operasional yang dapat digunakan, diantaranya mengerjakan dengan teliti,
menunjukkan, menggunakan.
d)
Analisis yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk menguarikan suatu situasi atau keadaan
tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kata kerja operasional
yang dapat digunakan diantaranya mengurai, mengambarkan kesimpulan.
e)
Sintesis yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara
menggabungkan berbagai faktor. Kata kerja operasional yang dapat digunakan
adalah menggolongkan, menyusun, menyimpulkan.
f)
Evaluasi yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan,pernyataan.
Kata kerja operasional yang dapat
digunakan yaitu membandingkan, menilai, menafsirkan.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai,
organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
a)
Kemauan menerima yaitu jenjang
kemampuan yang menuntut peserta didik untuk peka terhadap eksistensi fenomena
atau rangsangan tertentu. Kata kerja operasional yang dapat digunakan,
diantaranya menggambarkan memberikan, menggunakan, menjawab.
b)
Kemauan menjawab yaitu jenjang
kemampuan yang menuntut peserta didik untuk tidak hanya peka pada suatu
fenomena, tetapi juga bereaksi tehadap salaj satu cara. Kata operasional yang
dapat digunakan, diantaranya menjawab, menunjukkan, mempraktikkan, melaporkan,
mendiskusikan.
c)
Menilai yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku secar konsisten.
Kata operasional yang dapat digunakan, diantaranya melengkapi, membentuk,
memilih.
d)
Organisasi yaitu jenjang kemampuan
yang menuntut peserta didik untuk menyatukan nilai-nilai yang berberda,
memecahkan masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata operasional yang dapat
digunakan, diantaranya menggabungkan, membandingkan, menggenaralisasikan.
3. Ranah Psikomotor
Berkenaan dengan kemampuan peserta
didik yang berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya. Kata kerja
operasional yang digunakan diantaranya menampilkan, menyusun, memindahkan, membentuk,
mengamati, menerapkan, menggunakan.
Tipe
hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena
lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi
bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Sehingga
hasil belajar dapat dipandang sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Hasil
belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami
belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Berdasarkan
uraian diatas maka dapat ditegaskan bahwa salah satu fungsi hasil belajar siswa
diantaranya ialah siswa dapat mencapai prestasi yang maksimal sesuai dengan
kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat mengatasi berbagai macam
kesulitan belajar yang mereka alami.
2.3
Model Pembelajaran
Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan
aktivitas pembelajaran. (Aunurrahman, 2009:146)
Sementara menurut Brady (dalam Aunurrahman, 2009:146) mengemukakan
bahwa model pembelajaran dapat diartikan sebagai blueprint, yang dapat
dipergunakan untuk membimbing guru dalam mempersiapkan dana melaksanakan
pembelajaran.
Jadi yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah perangkat rencana
atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran
serta membimbing aktivitas pembelajaran.
2.3.1
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Saat ini pendekatan kontekstual telah
berkembang dinegara-negara maju dengan berbagai nama. Di Belanda pendekatan
kontekstual diberi nama dengan Realistic
Mathematics Education (RME), di
Amerika berkembang dengan nama Contextual
Teaching and Learning (CTL), dan
di Michigan juga berkembang dengan sebutan Connected
Mathematics Project (CMP)
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan proses pembelajaran
yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar
dengan mengaitkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan dan ketrampilan
yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif
pemahamannya.
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
masyarakat.
Dalam kontekstual diperlukan sebuah
pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan
pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafal fakta. Disamping itu siswa
belajar melalui mengalami, bukan menghafal. Intinya, siswa akan belajar dengan
baik apabila yang dipelajarinya berhubungan dengan apa yang diketahui, serta
proses belajar akan produktif juka siswa tersebut aktif dalam proses belajar
mengajar disekolah.
Langkah-langkah pembelajaran
kontekstual menurut Trianto (2011:111)
adalah sebagai berikut:
a. Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara kerja sendiri,
menemukan sendiri dan mengkonstruksi pengetahuan dan ketrampilan barunya.
b. Laksanakan
sejauh mungkin kegiatan inkuiri, yang terdiri dari kegiatan mengamati,
menyelidiki, menganalisa, dan merumuskan teori baik secara individu maupun
bersama teman lainnya.
c. Kembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan
‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok)
e. Hadirkan
‘model’ sebagai contoh pembelajaran
f. Lakukan
refleksi diakhir pertemuan
g.
Lakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Sehubungan dengan hal tersebut,
terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
menurut Sanjaya (2009:254) yaitu:
a. Dalam
Contextual Teaching and Learning (CTL), pembelajaran merupakan proses
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing
kwowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan
diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu
sama lain.
b. Pembelajaran
kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan
baru (acquiring knowledge).
Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran
dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan
detailnya.
c. Pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge),
artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami
dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari orang lain tentang
pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
d. Mempraktikkan
pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan
pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,
sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
e. Melakukan
refleksi (reflecting knowledge)
terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan
balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Tujuan pembelajaran kontekstual pada
dasarnya adalah membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat
diterapkan dari suatu permasalahan yang lain dan dari suatu konteks ke konteks
yang lain. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang
lain.
Dalam pendekatan kontekstual, terdapat
tujuh (7) komponen utama pembelajaran seperti yang dijabarkan oleh Trianto (2011:111) meliputi: 1)
Konstruktivisme, 2) Bertanya (Questioning).
3) Menemukan (Inkuiri), 4) Masyarakat
bertanya (Learning Community), 5)
Pemodelan (Modeling), 6) Refleksi, 7)
Penilaian sebenarnya (Aunthenthic
Assesment).
a.
Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam unsur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi yang lain,
dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan
dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan
menerima pengetahuan.
b.
Bertanya
(Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan strategi utama
pembelajaran yang berbasis pendekatan CTL.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan tanya jawab berguna
untuk: (1) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis, (2) mengecek
pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon pada siswa, (4) mengetahui sejauh
mana keingintahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui oleh
siswa, (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, (7)
untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, (8) untuk
menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Dengan
bertanya dapat mendorong, membimbing,dan mengarahkan pemikiran siswa pada aspek
yang belum diketahuinya.
c.
Menemukan
(Inkuiri)
Merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran menggunakan model CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh
siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta tetapi juga
hasil dari menemukan sendiri. Pada tahap ini, guru harus mampu merancang
kegiatan yang merajuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
d.
Masyarakat
bertanya (Learning Community)
Konsep
learning community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain berupa sharing antar teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang
belum tahu. Dalam konsep ini, kegiatan mendemonsrtasikan suatu kinerja agar
siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu yang diberikan oleh guru.
e.
Pemodelan
(Modeling)
Dalam konsep ini kegiatan
mendemonstrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau
melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberikan model
tentang how to lern (cara belajar)
dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau
melalui media cetak dan elektronik.
f.
Refleksi
Refleksi yaitu melihat kembali atau
merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk
mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar
dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnan. Adapun realisasinya adalah:
pertanyaan langsung tentang apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal, kesan dan saran
siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
g.
Penilaian
sebenarnya (Aunthenthic Assesment)
Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan
(pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian
otentik adalah pada pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu
mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode,
kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan
berbagai cara, menilai pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa.
2.4 Keunggulan
dan Kelemahan Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning
Tiap-tiap
pembelajaran dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Tiap model pembelajaran
memiliki kelebihan dan kelemahan. Tidak ada satu model pembelajaran lebih baik
daripada model pembelajaran lainnya sebab dalam memilih suatu model
pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya materi
pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa dan sarana prasarana yang
tersedia, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Keunggulan pembelajaran
kontekstual seperti yang dikemukakan oleh Sanjaya (2009:272) adalah sebagai berikut:
a. Dengan
pembelajaran kontekstual dapat menekankan aktivitas berpikir siswa secara
penuh, baik fisik maupun mental.
b. Pembelajaran
kontekstual dapat menjadikan siswa belajar yang bukan menghafal, tetapi proses
berpengalaman dalam kehidupan nyata.
c. Kelas
dalam kontekstual bukan sebagai tempat untuk meperoleh informasi, akan tetapi
sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.
d. Materi
pelajaran ditentukan oleh siswa sendiri, bukan hasil pemberian dari orang lain.
Disamping keunggulan seperti yang telah
disebutkan di atas, pembelajaran kontekstual juga memiliki kelemahan. Sanjaya
(2007:272) mengemukakan kelemahan kontekstual adalah “Penerapan pembelajaran
kontekstual merupakan pembelajaran yang kompleks dan sulit dilaksanakan dalam
konteks pembelajaran. Kemudian pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
kontekstual juga membutuhkan waktu yang lama”.
DAFTAR PUSTAKA
Anas,
Sudijono. 2005. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakata : Gramedia.
Arikunto,
Suharsim dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakata : Bumi Aksara.
Aunurrahman, 2008. Belajar dan Pembelajaran. Alfabet.
Bandung
Depdiknas.
2003. Model Pembelajaran
Matematika. Jakarta:
Dirjen Dikdasmen
Djamarah, Syaiful.
2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Hamalik, Oemar. 2009. Proses
Belajar Mengajar. Bumi Aksara : Jakarta.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya. Bandung.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan.
Bandung: Kencana.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Rineka Cipta: Jakarta.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar mengajar. Rosdakarya. Bandung.
Syah, Muhibbin.2009. Psikologi
Belajar. Rajawali Pers: Jakarta.
Trianto. 2011. Mendesaian Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Bandung: Kencana
Redjeki, Sri. 2007. Metode dan Pendekatan dalam Pembelajaran. Bandung : Universitas
Pendidikan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar